Rincian Aduan : LGWP36856329

Selesai Public

KABUPATEN BANYUMAS, 13 Oct 2020

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh Yth. Gubernur Jawa Tengah Saya, Ciptoadi, warga Desa Karangkemiri RT 01 RW 02 Kecamatan Karanglewas Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Telah terjadi dugaan pungutan liar (pungli) atas kegiatan pengukuran tanah yang dilakukan oleh "oknum/pemdes" Karangkemiri. Saya menyebut "oknum/pemdes" karena tidak tahu apakah dilakukan oknum atau atas nama pemdes, namun mereka menggunakan dasar perdes, yang juga tidak pernah dipublikasikan. Kejadian ini telah berlangsung lama, dari beberapa periode kades/perangkat desa sebelumnya hingga Agustus 2020. Perlu diketahui, sebelumnya saya telah membuat laporan ke Team Saber Pungli Jateng melalui aplukasi LaporGub, yaitu - Laporan pertama pada 20 Agustus 2020, dan team saber pungli telah bertindak cepat turun ke desa. Dari ke-4 warga yang saya laporkan, akhirnya oknum/pemdes mengembalikan uang yang dipungut kepada warga. Namun, saya tidak melihat ada tindak lanjut hasil pemeriksaan team saber pungli tsb. - Laporan kedua per 15 September 2020, saya sampaikan dengan jumlah dugaan pungli lebih banyak, sekitar 15 warga. Di lapangan, yang saya lihat, hanya oknum perangkat desa yang mendatangi sebagian warga yang saya laporkan dan meminta menandatangani surat pernyataan. Belum ada pengembalian uang pungli dari laporan kedua ini. Saya memcoba mempertanyakan tindak lanjut kepada team saber pungli dan menurut team, masih dalam proses riksus, sampai saat ini belum ada keterangan hasil riksus tersebut. Di lapangan, oknum perangkat meminta warga yg saya laporkan per 15 September 2020, untuk menandatangani surat pernyataan bahwa uang pungutan yg diberikan ke oknum/pemdes adalah suka rela. Mereka tidak ada yg berani menolak tanda tangan meskipun sebagian besar tidak ikhlas. Selama proses laporan ini, masih muncul beberapa informasi warga yang menyampaikan bahwa dirinya juga membayar pungutan pada saat pengukuran, di antaranya : 1). Bpk. Cakum, RT 5 RW 2, membayar sekitar Rp 400 ribu. 2). Bpk. Darso, RT 1 RW 3, membayar sekitar Rp 2 juta, setelah negoisasi dari sebelumnya dikenakan biaya sekitar Rp 9 juta. 3). Bpk. Dipa, RT 2 RW 4, membayar sekitar Rp 2 juta saat pengukuran proses jual beli tanahnya. Ini seperti bola salju yg menggelinding, semakin lama semakin banyak informasi laporan dugaan pungl tersebut. Perlu saya sampaikan pula bahwa dugaan pungli biaya pengukuran tanah ini dikenakan berbeda-beda kepada setiap warga. Bagi yang dianggap kurang paham aturan, biasanya dikenakan biaya 2,5% - 3% dari harga tanah dan dapat dinegoisasikan dengan oknum perangkat maupun kades. Bagi warga yang dianggap cakap dan tokoh masyarakat, umumnya mereka tidak memungut biaya atau menerima pembayaran seikhlasnya. Biaya tersebut diterima oleh mereka tanpa mereka mau memberikan kuitansi tanda pembayaran diterima. Hal lain yang perlu diketahui, selama ini warga tidak berani melaporkan hal ini. Warga tahu di desa sekitarnya tidak ada pungutan sebesar ini, tapi mereka takut untuk melaporkannya. Beberapa warga yang saya laporkan dan didatangi oknum sekdes, selain dimintai surat pernyataan, juga beberapa kali ditanyakan apakah dirinya yang melaporkan kasus ini, sehingga ada ketakutan pada warga tsb. Fungsi pengawasan pemerintahan oleh BPD juga tidak berjalan sebagaimana mestinya karena ketua dan sebagian anggota adalah pendukung kades. Hal ini bisa dikonfirmasikan ke wakil ketua BPD sebelumnya (Slamet Sanwireja) atau anggota BPD aktif saat ini (Catur dan Sahlan). Melalui laporan ini, saya berharap akan kekhawatiran saya dan warga masyarakat terhadap tindak lanjut team saber pungli yang tidak sesuai proses hukum, dapat ditindaklanjuti dan diproses sesuai hukum yang berlaku. Saya melihat hasil laporan team untuk kasus yang sama di Desa Pernasidi kecamatan Cilongok Banyumas, hanya sampai pada pengembalian uang pungutan. Yang menjadi pertanyaan saya dan sebagian warga adalah, apakah ketika uang pungli dikembalikan, proses hukumnya dihentikan, bukankah sesuai KUHP maupun UU Tipikor, hal tsb tidak menggugurkan proses hukumnya? Apakah ketika maling ayam saja, ketika ketahuan mencuri, lalu ayam dikembalikan, proses hukumnya berhenti? Bukankah para koruptor yang mengembalikan uang/hasil korupsinya, mereka tetap dikenakan sanksi pidana kurungan dan denda? Apakah layak oknum yang jelas-jelas melakukan pungli bertahun-tahun masih memegang jabatan tertentu di pemdes? Apakah tidak menggemaskan, jelas mereka salah melakukan pungli, bukannya menyadari kesalahan tetapi justru beralasan jika pungutannya terlalu besar sehingga dikembalikan,, bukannya meminta maaf tetapi justru mencari-cari siapa yang melaporkan kasus tsb? Untuk melengkapi laporan ini, saya lampirkan laporan saya sebelumnya ke team saber pungli, sebagai berikut : - Laporan pertama 20 Agustus 2020 Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh,,, Kepada Yth. Team Saber Pungli Jateng Sepengetahuan saya, tidak ada biaya untuk pengukuran tanah yg harus dibayarkan oleh pemilik tanah yg meminta pengukuran tanahnya ke pemdes. Namun, di Desa Karangkemiri Kec. Karanglewas Kabupaten Banyumas, pengukuran tanah dikenakan biaya yg cukup tinggi. Tidak ada kuitansi tanda terima pembayaran, tetapi dapat diselidiki utk pembuktiannya dengan bertanya langsung kepada pemilik tanah yg diukur tanahnya. Beberapa informasi petunjuk yg mungkin dapat digali kebenarannya, namun dg catatan ybs tidak takut untuk mengungkapkannya, antara lain : 1). Bpk. Casim, RT 4 RW 2, membayar sekitar Rp 6 juta untuk biaya pengukuran tanah 2). Bpk. Idin/Bagol, RT 5 RW 2, membayar sekitar 3% dari harga tanah untuk biaya pengukuran 3). Bok. Narpan, RT 3 RW 2, membayar Rp 7 juta untuk biaya pengukuran Rencana tanggal 16 Agustus 2020, Bpk. Radis, RT 1 RW 2, akan meminta dilakukan pengukuran 2 lokasi, telah konsultasi dg sekdes, biaya sekitar Rp 5 juta. Di beberapa RW lain juga berlaku demikian. Praktek ini telah berjalan lama namun mungkin tidak ada yg berani melaporkannya. Dulu saat masa kampanye, Kades petahana, saat ditanya wakil ketua BPD/Bpk. Slamet Sanwireja tentang biaya pengukuran tanah, ybs mengatakan bahwa biaya ukur tanah gratis mengikuti aturan, tapi sekarang terjadi praktek tsb. Jika ini merupakan salah satu bentuk pungutan liar, mohon kiranya dapat ditindaklanjuti sehingga tidak ada lagi praktek tsb dan kiranya hukum dapat ditegakkan. Atas perhatian dan kerja samanya, saya ucapkan terima kasih. ______________________________________ - Laporan kedua 15 September 2020 Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh,,, Yth. Team Saber Pungli Jateng Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas tindakan cepat menindaklanjuti laporan kami tertanggal 20 Agustus 2020 kemarin tentang pungli oknum/pemdes Karangkemiri Kecamatan Karanglewas Banyumas atas pengukuran lahan milik masyarakat di Karangkemiri. Mohon maaf, kami menyebut "oknum/pemdes" karena kami tidak mengetahui apakah pungli tsb dilakukan oleh oknum perangkat atau atas nama pemdes setempat. Pada laporan ini, kami bermaksud untuk memperoleh progress lanjutan verifikasi laporan sebelumnya dan memberikan informasi tambahan yang sangat berkaitan erat dengan laporan sebelumnya. Berdasarkan informasi yang kami peroleh dari Bpk Radis warga RT 01 RW 02, Bpk Slamet Sanwireja, mantan wakil ketua BPD, warga RT 03 RW 05 dan getok tular warga lain, Team Saber Pungli telah melakukan verifikasi langsung kepada ke-4 warga yang kami laporkan tentang pungli biaya pengukuran tanah dan selanjutnya oknum/pemdes telah mengembalikan uang pungli kepada ke-4 warga tsb. Namun demikian, kami belum mengetahui tentang hasil akhir dari tindakan verifikasi tsb, apakah oknum/pemdes tsb masih dalam proses verifikasi atau proses sanksi hukum berikutnya. Sesuai SOP yang kami ketahui dari aplikasi LaporGub, bahwa jangka waktu tindakan adalah 7 hari dari laporan diterima dan jika belum selesai dapat diperpanjang maksimal 7 hari. Setelah laporan selesai ditindaklanjuti maka akan ada laporan yang menyatakan laporan selesai. Dan kami belum melihat dan mengetahui selesainya proses atau hasil akhir verifikasi dan putusan/sanksi hukumnya. Kami juga mempertanyakan terkait pungli apakah jika uang pungli telah dikembalikan ke warga yang dikenakan pungli, proses hukumnya dianggap selesai oleh team saber pungli? Bukahkah sesuai KUHP pasal 368 dan pasal 425, pungli merupakan tindakan melawan hukum yg kepada pelakunya dikenakan sanksi pidana dan denda? Atau menurut UU Pemberantasan Tipikor No. 31/1999 dan perubahannya yaitu UU 20/2001 pasal 11 & 12, pungli oleh penyelenggara pemerintahan desa merupakan tindakan korupsi yang dikenakan saksi pidana dan denda, apakah pungli pengukuran tanah ini tidak merupakan tindakan korupsi untuk memperkaya diri sendiri? Ataukah perlu kami melaporkan hal ini juga ke kepolisian dan atau kejaksaan? Bukankah bahwa meskipun uang hasil korupsi atau pungli telah dikembalikan, tidak berarti menggugurkan kasus hukumnya? Ini merujuk pasal 76 - pasal 85 KUHP. Bukankah dalam pemerintahan juga diterapkan prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (GCG), apakah masih layak dan pantas oknum/pemdes yang menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangannya untuk tetap memegang jabatan dan kedudukannya dalam menyeleggarakan pemerintahan di desa? Apakah hukum di negara ini masih tegas dan adil jika yang melakukan kesalahan hanya diberikan peringatan tanpa proses hukum sebagaimana diatur dalam KUHP dan UU di atas? Perlu juga kami sampaikan sebagai tambahan laporan kami sebelumnya, sebagai berikut : 1). Setelah uang pungli dikembalikan oleh oknum/pemdes ke sejumlah warga yg dipungut, Bpk. Sakum, warga RT 02 RW 02, atas inisiatif pribadi meminta kembali uang yang telah dibayarkan saat pengukuran tanah miliknya dan telah dikembalikan oleh oknum tsb. Informasi getok tular dikembalikan Rp 1.300.000,00. 2). Beberapa data tambahan warga yang juga telah melakukan pengukuran tanah dan membayar sejumlah uang kepada oknum/pemdes, antara lain : A. Warga Desa Karangkemiri : - Bpk. Warsono, RT 01 RW 02, membayar Rp 1.000.000,00 untuk 2 bidang tanah. - Bpk. Romidi, RT 01 RW 02, membayar tetapi kami belum memperoleh nilai nominal yg dibayarkan. - Bpk. Slamet CS, RT 01 RW 02, proses bagi waris, membayar sekitar Rp 4.000.000,00 atau 2,5% dari harga tanah - Bpk. Sohari, RT 01 RW 02, tidak diketahui nominal pembayarannya - Bpk. Hendri/Bpk. Madiyarjo RT 01 RW 02, tidak diketahui nominal pembayarannya. - Bpk. Dasikin, RT 02 RW 02, membayar biaya pengukuran tapi ybs tidak berani mengungkapkan nilai nominalnya. - Bpk. Toro/Bpk. Dulam, RT 02 RW 01, membayar Rp 1.500.000,00 - Bpk. Ahmad, RT 01 RW 01, membayar seikhlasnya - Bpk. Tohari, RT 03 RW 03, membayar Rp 200.000,00, oknum tidak meminta tapi warga memberi seikhlasnya. - Bpk. Is/Ibu Nana, RT 02 RW 03, membayar Rp 100.000,00, oknum tidak meminta tapi warga memberi seikhlasnya. - Ibu Nartem/Bpk. Hadi dan adiknya, RT 04 RW 02, membayar kurang lebih Rp 500.000,00 - Bpk. Sirin, RT 03 RW 02, membayar sekitar Rp 2.000.000,00 untuk beberapa bidang tanah. - Bpk. Yusup, RT 02 RW 01, membayar biaya pengukuran seikhlasnya. B. Warga luar Desa Karangkemiri - Bpk. Sigit/Ibu Tumi bersama saudaranya, RT 01 RW 01 Karanggude, membeli dan mengukur tanah di RW 01 Karangkemiri, membayar sekitar Rp 1.200.000,00 - Bpk. Wangidi Aswan, RT 01 RW 01 Karanggude, membeli dan mengukur tanah di RT 01 RW 02 Karangkemiri, membayar Rp 600.000,00. 3). Bahwa pungutan biaya atas pengukuran tanah warga, dikenakan bervariasi, namun umumnya terhadap warga yang sekiranya mengetahui peraturan pengukuran tanah atau merupakan tokoh masyarakat maka oknum/pemdes tidak menentukan jumlah yang harus dibayarkan, sedangkan bagi warga yang sekiranya tidak paham peraturan maka pungutan biaya ditentukan relatif tinggi, sekitar 2,5% - 3% dari harga tanah. Dengan demikian, oknum/pemdes membeda-bedakan besaran biaya tanpa aturan yang jelas, berlaku tidak adil dan memungut biaya yang dilarang sesuai ketentuan hukum yang berlaku. 4). Bahwa rentang waktu pengukuran dan pungli tsb telah terjadi sejak lama/beberapa tahun hingga saat laporan ini. Sejak adanya peraturan pelarangan pungutan pologoro hingga saat ini. Warga telah mengetahui di desa sekitar, seperti Karanggude, Tamansari, Langgongsari hingga Cilongok, sudah tidak ada lagi pungutan biaya pengukuran tanah, namun tidak ada warga yang berani dan mau kemana melaporkan pungli tsb. 5). Bahwa terdapat beberapa warga yang menunda melakukan pengukuran tanah karena setelah menanyakan ke oknum/pemdes ternyata harus membayar biaya cukup banyak, antara lain : - Bpk. Wahid Paving, RT 01 RW 05, menunda pengukuran karena akan dimintai biaya Rp 4.000.000,00 - Bpk. Narsiwan, RT 04 RW 05, menunda pengukuran karena mendengar informasi tentang biaya tinggi, apalagi nilai tanah miliknya cukup besar. 6). Tidak semua warga berani terbuka karena takut dan perasaan tidak enak, sehingga sebenarnya data pungli ini dapat diibaratkan seperti bola salju yang menggelinding semakin membesar. Data yang kami laporkan baru sebagian kecil yang kami ketahui dari informasi langsung warga yang dikenakan pungli maupun dari getok tular warga. Oleh karena itulah, kami mengarapkan kepada Team Saber Pungli dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana diatur dan diterapkan dalam Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2016 sehingga hukum dapat ditegakkan secara adil, objektif, transparan dan independen. 7). Jika dimungkinkan dibuka posko pengaduan atas pungli biaya pengukuran tanah agar lebih banyak diperoleh data, namun ini pun kami belum tahu apakah warga akan berani terbuka mendatangi dan melaporkan pungli tsb. Karena selama ini belum pernah ada keberanian warga untuk tampil secara terbuka dalam memperjuangkan hak-hak warga yg benar namun justru disalahgunakan oknum/pemdes dalam bentuk pungli pengukuran tanah. Demikian laporan tambahan kami, atas perhatian dan kerja samanya, kami ucapkan terima kasih. _________________________________ Besar harapan saya, agar Bpk. Gubernur Jawa Tengah, dapat menindaklanjuti dan menyelesaikan kasus ini dengan tuntas, transparan dan adil. Demikian, atas perhatian dan kerja samanya saya ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh

0 Orang Menandai Aduan Ini